Asal Usul Pra-Kristen Pohon Natal
Dan Perkembangannya
DI BANYAK tempat di dunia, pohon Natal yang selalu hijau merupakan simbol yang terkenal untuk hari raya berikut dunia perdagangannya. Pohon ini sudah menjadi simbol keagamaan sejak awal sejarah manusia.
Kebiasaan memasang
pohon Natal sebagai dekorasi dimulai dari
Jerman. Pemasangan pohon Natal yang umumnya dari pohon
cemara, atau mengadaptasi bentuk pohon cemara, itu dimulai pada abad ke-16.
Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk
Amerika, mereka pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon
evergreen untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di
Pennsylvania Amerika Serikat memajang pohon Natal untuk pertama kalinya pada tahun
1830-an.
Pohon Natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun dirumah sebab ini hanya merupakan simbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain "
evergreen". Pohon Natal (cemara) ini juga melambangkan "
hidup kekal", sebab pada umumnya di musim salju hampir semua pohon rontok daunnya, kecuali pohon cemara yang selalu hijau daunnya.
Pemasangan pohon cemara, baik asli maupun yang terbuat dari plastik, di tengah kota atau di tempat-tempat umum pun menjadi pemandangan biasa menjelang Natal. Salah satu yang terbesar adalah pohon yang ada di
Rockefeller Center di
5th Avenue New York Amerika Serikat.
Buktinya terdapat di Provinsi Bohuslän di pesisir barat Swedia dan di dekat Provinsi Østfold di Norwegia. Di sana, lebih dari 75.000 pahatan batu telah ditemukan pada sekitar 5.000 situs yang berbeda. Para arkeolog mengatakan bahwa pahatan-pahatan batu ini dibuat kira-kira antara 1.800 dan 500 SM.
*
Pahatan-pahatan yang antik ini menyingkapkan sesuatu tentang kepercayaan orang-orang yang hidup jauh sebelum kelahiran Yesus dari Nazaret. Misalnya, beberapa peneliti berpendapat bahwa dahulu kala, di kawasan yang kini menjadi Swedia dan Norwegia, pohon yang selalu hijau, seperti pohon cemara, digunakan sebagai simbol suci.
Mengapa orang-orang yang hidup di kawasan pesisir paling utara dunia ini membuat pahatan batu pohon-pohon cemara? Ada pakar yang menduga bahwa itu antara lain disebabkan oleh langkanya pohon-pohon itu pada zaman pra-Kristen tatkala berbagai pahatan tersebut dibuat. Dapat dimaklumi bahwa pohon yang tetap hijau, atau ”hidup”, saat pohon-pohon lainnya tampak mati di cuaca yang dingin, bisa menimbulkan kesan gaib.
Banyak kebudayaan lain di dunia juga sudah lama menggunakan pohon sebagai simbol kehidupan, keselamatan, dan keabadian. Fakta ini boleh jadi turut menjelaskan mengapa bentuk pohon yang menyerupai cemara yang selalu hijau dipahat pada batu berabad-abad sebelum pohon itu menjadi pemandangan yang umum di sana.
Buku Rock Carvings in the Borderlands, yang diterbitkan atas kerja sama dengan Dewan Warisan Nasional Swedia, mengatakan, ”Bentuk-bentuk pohon dalam pahatan batu menunjukkan bahwa kawasan Skandinavia bagian selatan sudah memiliki kaitan agama dan budaya dengan seluruh Eropa dan sebagian besar Asia sejak Zaman Perunggu. Agama dan kosmologi disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yang mata pencahariannya bertani dan beternak. Meski nama para dewanya berbeda-beda, mereka umumnya menyembah para dewa yang sama.”
Brosur The Rock Carving Tour, yang diterbitkan oleh Bohusläns Museum, selanjutnya menjelaskan, ”Bukan tentang kegiatan sehari-hari yang mau ditampilkan oleh para pemahat batu itu. Menurut kami, pahatan yang mereka buat bisa jadi merupakan suatu bentuk doa dan permohonan kepada para dewa.” Brosur itu menambahkan, ”Kepercayaannya berkisar pada siklus abadi kehidupan, kesuburan, kematian dan kelahiran kembali.”
Sewaktu menjabarkan koleksi unik seni simbolis ini, yang diciptakan jauh sebelum seni tulis diperkenalkan di Eropa bagian utara, ensiklopedia nasional Swedia, Nationalencyklopedin, menyatakan, ”Gambar-gambarnya yang menonjolkan tema seks menunjukkan sangat pentingnya kultus kesuburan dalam agama orang-orang di Utara pada Zaman Perunggu.”
Jelaslah, tradisi yang berkaitan dengan pohon yang selalu hijau tersebar luas dan melebur dalam kehidupan sehari-hari di banyak tempat. Mengenai pohon Natal, Encyclopædia Britannica menyatakan, ”Penyembahan pohon lazim di kalangan orang-orang kafir di Eropa dan masih dijalankan setelah mereka masuk Kristen.” Hal itu dilakukan dalam beragam ritus dan tradisi, termasuk ”tradisi yang menempatkan pohon Yule pada pintu masuk atau di dalam rumah selama hari raya pertengahan musim dingin”.
Keluarga Kerajaan Inggris-lah yang membuka jalan bagi kepopuleran tradisi pohon yang selalu hijau ini kala mereka menggunakan pohon cemara sebagai dekorasi Natal pada 1841. Dewasa ini, pohon Natal diakui di seluruh dunia, dan permintaan akan jutaan pohon Natal, asli maupun buatan, sepertinya tak habis-habis. Sementara itu, pahatan batu Skandinavia menjadi saksi bisu bahwa pohon Natal tidak memiliki asal usul Kristen.
Ada beberapa legenda/cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri mengenai asal mula pohon natal.
Santo Bonifacius
Menurut sebuah legenda, rohaniawan Inggris bernama Santo
Bonifasius yang memimpin beberapa gereja di
Jerman dan
Perancis dalam perjalanannya bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada dewa
Thor di sebuah pohon
ek. Untuk menghentikan perbuatan jahat mereka, secara ajaib Santo Bonifasius merobohkan pohon ek tersebut dengan pukulan tangannya. Setelah kejadian yang menakjubkan tersebut di tempat pohon ek yang roboh tumbuhlah sebuah pohon cemara.
Martin Luther dan pohon cemaranya
Cerita lain mengisahkan kejadian saat
Martin Luther, tokoh
Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam.
Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus
cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah. Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Kontroversi
Terlepas dari kebenaran
kisah-kisah di atas, hingga hari ini pemasangan Pohon Natal masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat
Kristen. Bagi orang-orang yang tidak berkenan dengan pohon Natal, mengisahkan bahwa pada zaman dahulu bangsa Romawi menggunakan pohon cemara untuk perayaan
Saturnalia, mereka menghiasinya dengan hiasan-hiasan kecil dan topeng-topeng kecil, karena pada tgl 25 Desember ini adalah hari kelahiran dewa matahari,
Mithras, yang asal mulanya dari Dewa Matahari Iran yang kemudian dipuja di Roma. Demikian pula hari
Minggu adalah hari untuk menyembah dewa matahari sesuai dari arti kata Zondag, Sunday atau
Sonntag. Perlu diketahui juga bahwa dewa-dewa matahari lainnya, seperti Osiris, dewa matahari orang
Mesir, dilahirkan pada tanggal
27 Desember. Demikian pula Dewa matahari Horus dan Apollo lahir pada tanggal 28 Desember.
Maka dari itu ada aliran-aliran gereja tertentu yang mengharamkan tradisi pohon Natal, sebab mereka menganggap ini sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala. Reaksi penolakan itu bahkan awalnya sempat diwarnai keputusan pemerintah Jerman untuk mendenda siapa pun yang memasang pohon cemara sebagai pohon Natal.
Hal itu mulai berubah, saat gambar
Ratu Victoria dari
Inggris,
Pangeran Albert dari
Jerman, dan anak-anaknya dengan latar pohon cemara, diilustrasikan di
London News. Karena sosok Victoria yang sangat populer, pemuatan gambar itu di media massa pun membuat pohon cemara menjadi pilihan lazim sebagai pohon Natal.
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara. Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik
Santa Claus,
tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.
Karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara.
Indonesia dan
Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa itu sampai akhirnya para umat Kristen membeli pohon buatan tetapi yang penting berbentuk cemara.
Di
Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat
India, lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang.
[Catatan Kaki]
Beberapa situs pahatan batu di Bohuslän termasuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO.
[kutipan di hlm. 12]
Pahatan batu menunjukkan bahwa penyembahan pohon yang selalu hijau dimulai sebelum zaman Kristus
[Gambar di hlm. 13]
Pahatan batu berbentuk pohon di (1) Torsbo, (2) Backa, dan (3) Lökeberg, Swedia
[Keterangan]
Courtesy Stiftelsen för dokumentation av Bohusläns hällristningar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar